JAKARTA – Kenaikan pajak 12% yang digagas pemerintah dinilai sebagai langkah blunder yang berpotensi memicu krisis ekonomi. Para ahli memperingatkan bahwa kebijakan ini akan memicu penurunan drastis daya beli masyarakat, meningkatkan pengangguran, dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Demikian disampaikan Peneliti Senior Pusat Studi Kebijakan Publik dan Sosial (Puskas), Fran Fardariko.

“Kenaikan pajak sebesar ini sama saja dengan menjatuhkan bom waktu pada ekonomi Indonesia,” tegas Fran kepada awak media di Jakarta, Rabu (25/12).

Alumnus master University of Waikato itu menyebut kenaikan PPN akan menjadi pukulan telak bagi kelas menengah ke bawah yang sudah terbebani dengan berbagai masalah ekonomi.

Dijelaskan Fran, kenaikan pajak dapat menimbulkan sejumlah dampak negatif terhadap perekonomian Indonesia, termasuk produk Domestik Bruto (PDB) yang berkurang. Dia lantas menyitir pernyataan ahli keuangan dunia yakni Christian Lagarde, yang menyebut kenaikan pajak sebesar 1% dapat menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB) secara riil sebesar 2–3%.

“Dalam kasus rencana pemerintah Indonesia menaikan pajak yang lebih tinggi sebesar 12 persen, maka akan berdampak kepada upah yang jatuh lebih rendah lagi dan harga yang lebih tinggi bagi pekerja dan keluarga di Indonesia,” kata Fran.

“Dan ini akan berdampak terhadap sosial politik dalam negeri, khusus nya dengan tingkat pengangguran yang cukup tinggi sekarang ini. Logika nya Investasi pun otomatis akan berkurang dengan pajak yang lebih tinggi, ini dapat menghambat investasi dalam dan luar negeri, yang dapat menyebabkan berkurangnya pertumbuhan ekonomi” lanjut Fran.

Dia mengingatkan agar Tim Ekonomi Prabowo-Gibran harus jeli dalam menilik persoalan ini. Sebab, efek domino dari beleid ini adalah meningkatnya pengeluaran bulanan keluarga seperti biaya listrik, sekolah dan lain-lain, yang notabene dapat menyebabkan stagnasi, inflasi dan deflasi terhadap dalam tempo waktu bersamaan.

BACA JUGA:  Plaza Seremoni dan Taman Kusuma Bangsa Nusantara Dibuka, Begini Cara Daftarnya

“Kalau terjadi, pemerintah harus menyiapkan rencana mitigasi ekonomi dan manajemen konflik secara mendetail. Dan untuk jangka panjang ini akan menjadi pekerjaan yang sangat berat,” pungkas penliti yang lama mengenyam pendidikan di Selandia Baru tersebut.(*)